Sabtu, 27 Agustus 2011

.......

Flashback sedikit tulisan lama yang pernah saya tulis, sekitar tahun 2004, dan saya tersenyum membaca ini ;)
.......

“Tok…tok…tok…!” Ketukan pintu dari luar itu serentak mengagetkanku dari lamunan. Dengan gerakan seolah-olah refleks tubuh ini segera menuju pintu yang sejak tadi sedikit menimbulkan suara gaduh. Ternyata hanya ada tiga gadis penggangu yang berdiri di depan pintu disertai dengan senyuman yang sama sekali tak membuatku ikut tersenyum. Nara, Chaca, dan Sava, mereka masih saja memancarkan senyuman nakal karena melihat penampilanku yang kala itu masih berantakan. “Hai…! Upik abu…!”, sapa mereka dengan serentak. Menggangu saja pikirku agak kesal. Namun tetap saja kedatangan mereka sedikit membuatku merasa lebih baik dari sebelumnya.
“Ada kabar apa neeh…dari sekolah, sampe loe bertiga repot-repot datang ke sini?” Tak sedikitpun senyuman ku pancarkan dari wajahku saat menyapa mereka, bahkan wajahku kubiarkan terlihat agak sinis saat menyambut kedatangan tiga sahabatku ini. “Yaa..ampuunn…jadi gini ya..! Cara loe nyambut kedatangan kita bertiga?”, tiba-tiba Chaca membalas pertanyaanku dengan wajah tak kalah sinisnya dengan wajahku tadi. "Ehm…”,aku sedikit berfikir dan sambil memandangi wajah tiga gadis di depanku yang terlihat kebingungan dengan sikapku, kemudian tak tahan lagi akhirnmya senyum lebar terpancar di wajahku, dan dengan diiringin sedikit tawa nakal yang sejak tadi sudah kutahan, tak sadar tubuh ini seperti magnet yang di tarik oleh ketiga orang sahabat ku ini, dan langsung jatuh ke dalam pelukan mereka bertiga. “Makasih yach…loe bertiga udah mau jengukin gue..!”, kataku dalam pelukan mereka dengan penuh rasa manja. “Uuch…dasar anak kurang ajar…!”, kata Chaca melepaskan pelukanku dan sambil mengacak-acak rambutku. Dan diikuti pula dengan cubitan oleh Nara yang langsung mendarat di pipiku, “Iya, neeh…bikin gue kaget aja!”, Sava pun tak mau ketinggalan memarahiku, “Gue pikir loe marah sama kita bertiga, gara-gra kita baru bisa jengukin loe hari ini.” Kemudian sambil menyuruh mereka masuk aku berusaha untuk memberikan penjelasan, “Tadinya seeh…gue udah marah banget sama loe bertiga, lagian gue udah saklit berhari-hari, loe baru jenguknya sekarang, tapi…! Baru ngeliat wajah loe yang pada kebingungan aja, marah gue langsung hilang!”, kata ku dengan wajah sedikit memelas. “Yaa…! Sory  dech…kita baru bisa jengukin loe sekarang, soalnya, selama satu minggu ini kita khan ada pekan ulangan harian, belom lagi pas pulang sekolah kita harus ngikutin pendalaman materi dulu, makanya, kita-kita jadi ga' punya kesempatan dech.. Ngejengukin loe!”, kata Sava dengan panjang lebar. “Iya…Biy, sebenernya kita tuch…udah lama banget pengen jengukin loe, sumpah dech…!”, Nara ikut meyakinkanku sambil mengacunkan kedua jarinya. Kemudian diikuti oeh suaraku yang masih agak serak, ”Iya-iya…ga' pa-pa gue ngerti kok! Tenang aja lagi gue ga' marah!”.
Chaca mulai ambil bicara meriuhkan suasana yang agak sepi, “Tapi, curang loe Biy.. Kenapa loe ga' masuk pas lagi ulangan?! Gue khan jadi ga' punya temen buat nyontek”! Keluh Chaca saat aku menutup pintu. “Loch..! Kok salah gue? Salah sendiri, makanya loe harus belajar donk sayang…!” Balasku sambil mencubit pipi tembem Chaca. “Tapi loe kapan bisa masuk sekolah Biy…?!” Tanya Sava padaku. “Yach… mudah-mudahan besok gue bisa masuk” kataku dengan penuh keyakinan. “Hore.. Akhirnya kita bisa kumpul lagi dey..!” Teriak Nara dengan semangat. Kami semua ikut tertawa dengan tingkah laku Nara yang terlihat seperti anak kecil.
* * *
Kring…!” Bel pulang itu akhirnya mengusaikan keteganganku di kelas setelah mengikuti ulangan susulan. Seperti biasanya Sava, Nara, dan tentu saja Egiy, sahabatku satu lagi ini, sudah siap menunggu aku dan Chaca di depan kelas. “Hai...cewek jelek?! Akhirnya masuk juga loe! Keenakan yach…liburnya?!" Egiy langsung saja menyerobot ketika aku baru keluar dari kelas. “Ich.. Jahat banget sich…loe.” Balasku sambil melepaskan tangan Egiy yang memegang kepalaku. “Temen macam apa sich.. Loe, jenguk engga’, nanyain kabar juga engga’, ech…sekarang pas gue udah masuk malah ngejek lagiy!!” Tambahku dengan nada yang sedikit kesal dan marah. “Ya.. Ampun Biyla, gitu aja marah.. Khan gue cuma becanda, bukannya gue ga' mau jenguk, tapi kemaren itu gue juga lagi ada urusan penting ke luar kota, tapi sekarang khan loe udah ga' kenapa-napa, jadi jangan marah lagi yach.. ” Egiy berusaha meyakinkanku dengan perasaan bersalahnya. Aku pun seolah tidak bisa menahan kemarahanku terhadap Egiy terlalu lama dan langsung saja senyum manis terpancar di wajahku.
“Ya.. Udah dech.. Kita bertiga duluan yach…” kata-kata Nara langsung saja mengingatkanku bahwa dari tadi ada mereka bertiga diantara aku dan Egiy. “Emang loe bertiga pada mau kemana?!” Tanyaku pada mereka. “Mau ikut less tambahan!!” Jawab Chaca. “Udah dey kita nanti telat niy, soalnya mau makan di kantin dulu khan.. !” Sava langsung saja memotong kata-kata Chaca dan langsung menarik tangan Nara dan Chaca. “Ech.. Tunggu-tunggu, Egiy!! Loe jangan lupa anterin Biyla pulang  yach.. Khan dia belom sembuh banget.” Nara langsung memperingatkan Egiy sebelum bayangannya hilang di telan tikungan lorong sekolah.
Baru saja sampai di pintu gerbang, kulihat Dhiyo, kakak kelasku menatap ke arahku dan menghampiri aku dan Egiy yang baru akan berjalan ke luar gerbang sekolah. “Hey…udah satu minggu ini kamu ga' masuk sekolah yach..?! Kenapa? Kata anak-anak kamu sakit!” Tanya Dhiyo ketika baru saja menghampiriku. Dan kemudian ku balas dengan senyuman, ”Iya.. Cuma demam biasa siy.. Tapi kata dokter aku harus istirahat satu minggu biar ga' jadi demam yang luar biasa katanya..!” Jawabanku  langsung diiringi tawa kecil dari Dhiyo.
“Aku antar pulang yach.. Kita khan satu arah..!” Sesaat aku berpikir untuk menerima ajakan itu, tapi pikiran itu langsung hilang ketika aku ingat ada Egiy yang sejak tadi ada di sampingku, “Emh.. Ga' usah dech..kak, aku pulang sama Egiy aj!!” Jawabku ragu. “Loch.. Ga' pa-pa, Egiy ikut bareng aja sekalian..!!” Kak Dhiyo terus memaksa. “Ga'.. Perlu gue bisa pulang sendiri naik angkot..!” Egiy langsung memotong pembicaraan, dan tanpa berkata apa-apa lagi ia langsung meninggalkanku bersama Dhiyo.
Aku merasa sedikit ga' enak sama Egiy. Tapi ku pikir dia pasti bisa ngerti perasaanku. “Kamu, ga' usah manggil aku dengan sebutan kak lagi yach..!! Cukup Dhiyo aja..!!” Pesan Dhiyo ketika aku turun dari mobilnya. Aku mengangguk dan tersenyum padanya. “Makasih ya.. Diy..!” Kataku sebelum mobilnya meluncur pergi.
* * *
Esok paginya ketika baru sampai di sekolah, aku langsung menghampiri Egiy, Chaca, dan Sava. Tampaknya Nara belum datang. Aku sudah tak sabar ingin bercerita dengan sahabatku itu.
“Sumpah... loe Biy..?!”, kata Chaca ketika aku menceritakan tentang Dhiyo kemarin. “Kemaren loe di ajak pulang bareng sama kak Dhiyo?!”, Sava tak kalah kagetnya ketika mendengar ceritaku. “Iya.. gue seneng banget, Dhiyo juga nelpon gue, dia mau ngajak gue nge-Date nanti pulang sekolah..!”. Egiy hanya tersenyum kecil mendengar pembicaraan kami. “Gue masuk kelas dulu yach.. ada tugas yang belum gue kerjaain..!”, Egiy langsung pergi tanpa menghiraukan kami bertiga. Aku sedikit ngerasa bingung dengan sikap cowok ini. Tapi...! mungkin benar dia lagi banyak kerjaan, jadi dia sedikit aneh seperti itu.
* * *
Ketika bel pulang Dhiyo sudah siap menungguku di depan kelas. Aku sedikit merasa ada yang lain hari ini, biasanya setiap pulang, aku selalu melihat wajah Egiy di depan pintu. Tapi hari ini aku tidak melihat Egiy. “Egiy udah pulang duluan.. ada urusan katanya..!”, kata Nara ketika aku dan Chaca baru keluar dari pintu kelas.
Ketika keluar dari gerbang sekolah secara samar aku melihat Egiy dari sebrang menatap ke arahku dan Dhiyo. Tetapi ia langsung membalikan badannya dan langsung pergi dengan ekspresi wajah yang dingin.
Seharusnya hari ini menjadi saat-saat yang paling bahagia bagiku. Karena aku bisa mendapat perhatian lebih dari seorang cowok yang menjadi incaran para siswi lain di sekolahku. Tapi saat ini pikiranku hanya tertuju pada Egiy yang bersifat aneh padaku. Dan pada hari ini Dhiyo dengan begitu terus terang menyatakan perasaannya selama ini padaku entah mengapa aku tak dapat menolaknya, akupun menerima perasaannya itu padaku.
* * *
Esok harinya ketika bel istirahat aku langsung menuju ke kelas Egiy. Aku tidak bermaksud untuk mempermasalahkan sifatnya kemarin padaku. Aku lebih memilih untuk melupakannya. “Hai..! Giy.. lagi ngapain loe?! Kok, tumben di kelas aja..?!”, sapaku dengan sangat ramah padanya, mula-mula ia hanya diam dan menatapku. Aku sedikit merasa takut dengan tatapannya yang tajam itu. Tapi, “Hay.. juga..!”, balasnya singkat, sambil memberikan senyuman yang sejak tadi sudah ku tunggu. Lega rasanya melihat Egiy tersenyum lagi padaku. Akhirnya ia bisa kembali seperti Egiy yang biasanya.  Sebelum aku meninggalkan kelasnya, Egiy sempat sedikit berbisik, “Biyla.. gue ga' mau loe kenapa-napa, loe hati-hati yach..”. aku merasa bingung dengan pesannya itu, tapi aku hanya menggangguk sebelum berlalu dari kelasnya.
Ketika pulang, Dhiyo datang menghampiriku, saat aku bersama Egiy, Chaca, Nara, dan Sava. “Hai... semua, mau pulang yach.. gue anterin yuk..!”, ajak Dhiyo dengan ramah. “Sayang..! ga' apa-apa khan, aku ajak temen kamu pulang bareng sama kita?!”, Tanya Dhiyo padaku. “Iya..!”, jawabku singkat. Namun tanpa berkata satu katapun, Egiy langsung pergi meninggalkan kami dengan cepat. Aku hanya bisa melihat punggungnya ketika menuruni tangga. “Emh..! kita-kita pulang sendiri aja dech.. kak, nanti ganggu kak Dhiyo sama Biyla lagi..!”, Sava menolak ajakan Dhiyo. “Yawdah.. kita balik duluan yach.. Biy.. dagh..!”, kata Nara padaku.
Ketika aku ingin membuka pintu mobil, tiba-tiba seseorang menarik tanganku dengan cepat, sambil berkata, “Ikut gue sebentar gue mau ngomong!” Egiy?! Ya, itu memang Egiy. Dhiyo berusaha mencegah tetapi ketika melihat mataku yang pasrah, ia membiarkan Egiy membawaku pergi. Egiy mengajakku ke bawah pohon, di belakang kantin yang sudah mulai sepi. Sikapnya sedikit kasar, dan pandangannya terhadap Dhiyo sangat angkuh. “Biy..! gue minta lo jauhin Dhiyo, dia itu cowo’ ga' bener!” Egiy memperingatiku dengan keras. “Maksud loe apaan siy..?! gue ga' ngerti!” jawabku dengan nada suara yang kasar. “Loe tuch.. ga' tau dia Biy..! dia itu cuma mau mainin loe aja!”, nada bicaranya sedikit lebih pelan namun menekan. “Dhiyo ga' mungkin kaya’ gitu, gue sayang sama dia, dan dia juga sayang sama gue..!”, jawabku,membela Dhiyo. “Biy.. loe harus dengerin gue, kali ini aja, gue ga' mau loe disakitin sama dia!!”, Egiy terus berusaha memperingatiku. “Udah dech..! loe ga' usah ikut campur urusan gue, biarin gue ngejalanin semuanya tanpa loe atur-atur..!!”, bicaraku mulai sinis padanya. “Sekali lagi Biy..! gue peringatin sama loe untuk tinggalin dia, atau… persahabatan kita putus sampai di sini!!”. Rasanya seperti terhentak dadaku ketika dia mengeluarkan kata-kata itu, “Gue benci sama sikap loe yang kekanak-kanakan kaya’ gini Giy… inget ya! Loe tuch.. Cuma temen gue, dan loe ga' berhak ngatur-ngatur hidup gue..!!” Sebenarnya aku tak ingin mengucapkan kata-kata itu, tapi semuanya terlontar begitu saja. Egiy masih bertahan dengan sikapnya itu, “Sekarang gini aja! Loe pilih persahabatan kita, atau cowo’ brengsek yang loe puja itu?!” ucapnya lebih
 _to be continue_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar